Apakah knalpot Rob1 benar kena tilang atau benar tidak kena tilang seperti testimoni penjual? Jawabannya ternyata tidak sesederhana isi bensin di Pertashop.
Hal ini tergantung dari desain dan suara dari varian knalpot itu sendiri. Di Indonesia, aturan mengenai kebisingan kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.56/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019.
Peraturan ini menetapkan batas maksimum kebisingan untuk kendaraan bermotor berdasarkan kategori dan kapasitas mesin. Berikut adalah batas kebisingan yang diperbolehkan:
- Sepeda motor di bawah 80 cc: 77 dB
- Sepeda motor 80-175 cc: 80 dB
- Sepeda motor di atas 175 cc: 83 dB
Setiap sepeda motor yang melebihi batas kebisingan ini bisa dianggap melanggar peraturan dan pemiliknya bisa dikenakan sanksi.
Selain regulasi kebisingan, ada juga aturan lain mengenai kelayakan dari knalpot motor. Aturan ini tertuang dalam Pasal 285 ayat 1 UU No. 22 tahun 2009. Pasal ini berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).”
Dalam praktik di lapangan, ada yang terkena tilang dan ada juga yang tidak terkena tilang tergantung aspek suara hingga desain knalpot.
Misalnya, Yohanes, seorang pengguna sepeda motor yang pernah menggunakan knalpot ROB1 di Depok, tidak terkena tilang walau sempat diberhentikan. Namun, ketika memasuki wilayah Cirebon, ia pernah dikenai tilang dengan alasan knalpot tidak standar.
Hal ini menunjukkan bahwa penerapan peraturan bisa berbeda-beda tergantung lokasi dan interpretasi petugas di lapangan. Satu lagi yang masih dalam penerapan dan banyak dilakukan di Jakarta adalah mengenai tilang knalpot motor yang emisi gas buangnya tidak sesuai standar.
Jadi, berbicara soal knalpot ROB1 dan tilang, fakta di lapangan kadang tidak sesuai dengan aturan yang tertulis karena satu dan dua hal. Beberapa faktor seperti desain knalpot, tingkat kebisingan, dan bahkan lokasi dapat mempengaruhi apakah pengendara akan dikenakan tilang atau tidak.
Peraturan kebisingan yang diterapkan bertujuan untuk mengurangi polusi suara di lingkungan perkotaan yang padat. Kendaraan yang menghasilkan suara berlebihan dapat mengganggu ketenangan masyarakat dan berkontribusi pada polusi suara.
Oleh karena itu, batas kebisingan yang ditetapkan berdasarkan kapasitas mesin kendaraan merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berkendara dan kenyamanan lingkungan.
Namun, aturan ini sering kali tidak konsisten dalam penerapannya. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perbedaan interpretasi dan prioritas di setiap wilayah.
Sebagai contoh, di wilayah perkotaan yang padat seperti Jakarta, petugas mungkin lebih ketat dalam menegakkan aturan kebisingan dibandingkan dengan wilayah yang lebih jarang penduduknya.
Selain itu, desain knalpot juga memainkan peran penting dalam apakah kendaraan akan terkena tilang atau tidak.
Knalpot yang dirancang dengan baik dapat mengurangi kebisingan tanpa mengorbankan performa kendaraan. Namun, beberapa modifikasi knalpot yang dilakukan oleh pemilik kendaraan untuk meningkatkan performa atau estetika dapat meningkatkan tingkat kebisingan di atas batas yang diperbolehkan.
Dalam kasus Yohanes, penggunaan knalpot ROB1 di Depok tidak menimbulkan masalah karena mungkin desain knalpot tersebut masih dalam batas kebisingan yang diperbolehkan. Namun, di Cirebon, petugas mungkin memiliki standar yang berbeda atau lebih ketat dalam menegakkan aturan, sehingga Yohanes dikenai tilang.