Mana yang Lebih Rentan Terkena HIV? Hetero atau Homo?

oleh
oleh
Lonjakan Kasus HIVAIDS di Kota Yogyakarta Capai 1.675 Kasus hingga September 2024
Ilustrasi. Pixabay/ padrinan

Sorotmedia.com – Penyebaran HIV masih menjadi tantangan kesehatan global yang signifikan. Perbedaan tingkat risiko antara hubungan heteroseksual dan homoseksual menimbulkan pertanyaan penting dalam strategi pencegahan.

Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan terhadap HIV dapat membantu dalam merancang intervensi yang lebih efektif.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) terus menjadi perhatian utama dalam kesehatan masyarakat, dengan jutaan kasus baru dilaporkan setiap tahun di seluruh dunia.

Meskipun kemajuan dalam pengobatan telah meningkatkan harapan hidup bagi mereka yang terinfeksi, pencegahan tetap menjadi kunci dalam mengendalikan penyebaran virus ini.

Salah satu aspek penting dalam upaya pencegahan adalah memahami kelompok mana yang lebih rentan terhadap infeksi, khususnya dalam konteks hubungan heteroseksual dan homoseksual.

Data menunjukkan bahwa pria yang memiliki pasangan sesama jenis (MSM) memiliki risiko lebih tinggi untuk tertular HIV dibandingkan dengan individu dalam hubungan heteroseksual.

Sekitar dua pertiga dari kasus HIV baru yang tercatat di sejumlah negara maju, khususnya di wilayah Amerika Utara dan Eropa Barat, berasal dari kelompok tersebut.

Faktor biologis menjadi penyebab utama tingginya risiko ini, termasuk kemungkinan masuknya virus ke dalam tubuh yang lebih besar akibat kondisi fisiologis tertentu.

Selain itu, faktor sosial dan ekonomi, seperti keterbatasan akses ke layanan kesehatan, stigma, dan diskriminasi, turut memperparah tingkat kerentanan kelompok ini.

Namun, hal ini tidak berarti hubungan heteroseksual bebas dari risiko.

Penelitian menunjukkan bahwa wanita dalam hubungan heteroseksual memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk tertular HIV dari pasangan pria yang positif, dibandingkan dengan pria yang tertular dari pasangan wanita.

Perbedaan ini berkaitan dengan faktor biologis alami, seperti struktur organ tubuh dan keberadaan sel target HIV yang lebih tinggi.

Selain itu, dalam hubungan heteroseksual, potensi terjadinya infeksi lebih tinggi apabila salah satu pasangan memiliki riwayat penyakit menular lainnya yang memperlemah lapisan pelindung tubuh.

Dalam sebuah kajian ilmiah disebutkan bahwa hanya virus HIV yang sangat kuat dan “fit” yang mampu ditularkan dari wanita ke pria.

Artinya, ada hambatan biologis yang cukup tinggi terhadap penularan dari wanita ke pria, yang membuat jalur penularan tersebut relatif lebih kecil dibandingkan arah sebaliknya.

Hal ini menunjukkan bahwa secara biologis, arah penularan sangat mempengaruhi peluang infeksi.

Namun demikian, baik hubungan homoseksual maupun heteroseksual tetap memiliki risiko yang signifikan jika tidak diimbangi dengan langkah pencegahan.

Upaya pencegahan yang konsisten dan menyeluruh telah terbukti mampu menekan angka penularan HIV secara drastis.

Penggunaan kondom secara konsisten dalam setiap aktivitas berisiko menjadi metode pencegahan yang paling umum dan efektif.

Di samping itu, pengujian HIV secara berkala memungkinkan deteksi dini dan mengurangi risiko penularan kepada pasangan.

Salah satu terobosan penting dalam dekade terakhir adalah pengenalan terapi antiretroviral (ART) yang memungkinkan penderita HIV mencapai kondisi viral load tidak terdeteksi.

Dalam kondisi tersebut, risiko penularan HIV kepada pasangan nyaris nol.

Langkah pencegahan lainnya adalah penggunaan profilaksis pra-pajanan atau PrEP, yakni obat yang dikonsumsi secara rutin oleh individu yang tergolong berisiko tinggi tertular HIV.

PrEP menurut pafigenjem.org terbukti sangat efektif dalam mencegah infeksi baru, baik pada pasangan heteroseksual maupun homoseksual.

Peran edukasi publik juga tidak bisa diabaikan. Stigma dan kesalahpahaman tentang HIV masih menjadi hambatan besar dalam upaya pencegahan dan pengobatan.

Dengan meningkatkan literasi kesehatan masyarakat, diharapkan lebih banyak individu yang memahami risiko mereka dan bersedia melakukan tindakan preventif.

Secara keseluruhan, tidak dapat disimpulkan secara sederhana bahwa satu jenis hubungan lebih aman daripada yang lain.

Yang paling penting adalah perilaku pencegahan, akses terhadap layanan kesehatan, dan kesadaran individu terhadap status kesehatannya.

Oleh karena itu, pendekatan berbasis informasi, empati, dan akses terbuka terhadap layanan kesehatan adalah kunci dalam menekan laju epidemi HIV di masa mendatang.***

Visited 3 times, 1 visit(s) today

No More Posts Available.

No more pages to load.