Sorotmedia.com – Polusi suara telah menjadi salah satu masalah lingkungan yang paling diabaikan, padahal dampaknya terhadap kesehatan mental dan kualitas tidur manusia sangat signifikan.
Dalam kehidupan modern, kebisingan bukan lagi hal yang bisa dihindari, terutama di kawasan perkotaan yang dipenuhi aktivitas industri, kendaraan bermotor, dan konstruksi.
Meski terdengar sepele, paparan suara bising secara terus-menerus ternyata menyisakan konsekuensi serius terhadap kondisi psikologis dan fisiologis manusia.
Menurut pafikotamarauke.org, penomena ini perlahan mulai mendapat perhatian lebih dalam penelitian kesehatan lingkungan, terutama setelah berbagai studi menunjukkan kaitan erat antara suara bising dan gangguan mental serta gangguan tidur kronis.
Di tengah gempuran pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan populasi kota yang kian padat, kebisingan dari transportasi publik, klakson kendaraan, mesin pabrik, hingga aktivitas malam hari seperti hiburan, menjadi penyumbang utama polusi suara di wilayah urban.
Bukan hanya frekuensi suaranya, durasi paparan dan tingkat kebisingan yang konstan tanpa jeda juga memperparah efek yang ditimbulkan.
Studi dari European Environment Agency (EEA) via pafikabmamberamo.org menyebutkan bahwa lebih dari 100 juta orang di Eropa terpapar tingkat kebisingan yang melebihi ambang batas aman.
Dampaknya bukan hanya pada telinga atau sistem pendengaran, namun jauh lebih dalam—mengganggu sistem saraf pusat, mempercepat pelepasan hormon stres, hingga meningkatkan risiko depresi dan gangguan kecemasan.
Dalam konteks Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Medan, tingkat kebisingan sering kali melampaui batas rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 55 desibel di siang hari dan 40 desibel di malam hari.
Banyak warga yang mengeluhkan sulit tidur, mudah cemas, dan merasa kelelahan tanpa sebab yang jelas.
Padahal, kondisi ini kerap luput dari perhatian karena tidak terlihat secara fisik seperti polusi udara atau air.
Polusi suara memiliki efek kumulatif, yang artinya dampaknya bertambah seiring waktu, meskipun tingkat kebisingannya tidak ekstrem.
Paparan jangka panjang terhadap suara berfrekuensi tinggi atau rendah secara terus-menerus dapat memicu perubahan struktur otak, terutama di area yang bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan kualitas tidur.
Hal ini menjelaskan mengapa banyak orang yang tinggal di lingkungan bising mengalami insomnia atau sulit mempertahankan tidur yang nyenyak.
Gangguan tidur yang terus-menerus akibat kebisingan lingkungan juga terbukti berpengaruh langsung terhadap kesehatan mental.
Tidur yang terganggu dapat menurunkan daya tahan tubuh, meningkatkan tekanan darah, hingga memperburuk kondisi psikologis seperti depresi.
Ketika tidur tidak berkualitas, otak gagal melakukan proses regenerasi dan pemrosesan informasi harian secara optimal.
Efek ini paling terlihat pada kelompok usia produktif dan anak-anak, yang memerlukan kualitas tidur terbaik untuk mendukung fungsi kognitif dan pertumbuhan emosional mereka.
Tidak hanya pada malam hari, kebisingan di pagi hingga siang hari yang konstan juga mengakibatkan kelelahan mental kronis karena tubuh terus berada dalam kondisi waspada, seperti dalam keadaan terancam.
Beberapa studi terbaru bahkan menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh di lingkungan bising cenderung mengalami keterlambatan bicara, kesulitan berkonsentrasi, dan gangguan belajar.
Dalam jangka panjang, hal ini berdampak pada kualitas hidup secara keseluruhan.
Penting untuk disadari bahwa polusi suara adalah masalah lingkungan yang bisa ditangani dengan perencanaan kota yang lebih ramah terhadap kesehatan.
Solusi seperti penggunaan material peredam suara di bangunan, pembuatan ruang hijau yang menyerap kebisingan, serta pengaturan zonasi aktivitas industri dan transportasi bisa menjadi langkah awal.
Pemerintah daerah juga perlu mengatur kebijakan jam operasional tempat hiburan dan proyek konstruksi, agar masyarakat memiliki waktu istirahat yang cukup dan tenang.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga tingkat kebisingan di lingkungan tempat tinggal juga perlu digencarkan.
Masyarakat dapat memulai dari hal sederhana seperti mengurangi volume suara televisi, tidak membunyikan klakson secara berlebihan, hingga menggunakan headphone saat mendengarkan musik di tempat umum.
Dengan meningkatnya kesadaran akan bahaya polusi suara, diharapkan kualitas hidup masyarakat urban tidak semakin menurun.
Kesehatan mental dan kualitas tidur adalah dua hal fundamental yang menjadi fondasi produktivitas dan kebahagiaan hidup manusia.
Oleh karena itu, penanganan polusi suara harus menjadi bagian dari agenda prioritas dalam perencanaan kota sehat dan berkelanjutan.***