Sorotmedia.com – Pertanyaan mengenai keamanan praktik menghisap Mr P atau fellatio dalam hubungan seksual masih sering menjadi perbincangan di masyarakat.
Sebagian orang menganggap aktivitas ini tidak berbahaya, namun ada juga yang memperingatkan soal risiko kesehatannya.
Untuk memberikan pemahaman yang lebih utuh, berbagai kajian medis terbaru telah mengupas potensi dampak kesehatan dari praktik ini.
Dalam dunia medis menurut pafibandungkab.org, fellatio dianggap sebagai salah satu bentuk aktivitas seksual yang tetap memiliki risiko penularan penyakit menular seksual (PMS).
Pakar kesehatan menekankan bahwa meskipun risiko tertular HIV melalui oral seks lebih rendah dibandingkan dengan hubungan seksual vaginal atau anal, ancaman infeksi lain tetap perlu diwaspadai.
Virus seperti herpes simpleks (HSV), gonore oral, sifilis, hingga human papillomavirus (HPV) bisa dengan mudah ditularkan melalui aktivitas ini.
Sejumlah studi menyebutkan, infeksi HPV oral yang ditularkan lewat kontak mulut dan alat kelamin berisiko meningkatkan kemungkinan terkena kanker orofaringeal atau kanker tenggorokan.
Kondisi ini terutama memburuk bila individu memiliki kebiasaan merokok atau konsumsi alkohol berlebihan.
Berdasarkan laporan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), praktik oral seks tanpa pengaman juga berisiko menularkan gonore, klamidia, dan sifilis, yang tidak hanya berdampak pada mulut tetapi juga bisa menyebabkan komplikasi serius jika tidak ditangani.
Meskipun demikian, risiko tersebut bisa ditekan dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat.
Penggunaan pelindung seperti kondom atau dental dam saat melakukan fellatio secara signifikan mengurangi kemungkinan transmisi infeksi.
Selain itu, menjaga kebersihan mulut dan alat kelamin serta melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin menjadi kunci penting untuk meminimalisasi bahaya.
Dalam banyak kasus, seseorang yang tampak sehat tetap bisa menjadi pembawa (carrier) virus tanpa menunjukkan gejala apapun, sehingga risiko tetap ada bahkan saat pasangan terlihat “sehat”.
Karena itu, keterbukaan dalam komunikasi antara pasangan dan pemeriksaan kesehatan berkala merupakan pendekatan yang disarankan oleh para ahli.
Selain faktor infeksi, risiko cedera pada jaringan mulut juga patut diperhatikan.
Gesekan atau tekanan berlebih dapat menyebabkan luka kecil yang tidak terlihat, yang justru meningkatkan kemungkinan masuknya virus atau bakteri ke dalam tubuh.
Beberapa dokter juga mengingatkan akan risiko tertelannya cairan tubuh, yang dalam beberapa kasus dapat mempercepat transmisi infeksi tertentu.
Dalam konteks kesehatan mental, aktivitas ini pun sebaiknya dilakukan atas dasar konsensus dan tanpa adanya tekanan.
Hubungan yang sehat harus melibatkan persetujuan penuh dari kedua belah pihak untuk mencegah dampak psikologis negatif.
Di sisi lain, jika dilakukan dengan aman dan penuh kesadaran, praktik fellatio sendiri bisa mempererat hubungan emosional pasangan.
Aktivitas ini memicu pelepasan hormon oksitosin dan dopamin yang mendukung rasa kedekatan dan kebahagiaan.
Namun, penting untuk diingat bahwa manfaat emosional ini tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabaikan aspek keselamatan kesehatan.
Secara umum, keamanan dalam berhubungan intim, termasuk fellatio, sangat tergantung pada faktor-faktor seperti kesehatan pasangan, riwayat penyakit, praktik kebersihan, serta penggunaan proteksi.
Prinsip safe s3x tetap menjadi pedoman utama untuk meminimalkan segala bentuk risiko.
Bagi mereka yang tetap memilih untuk melakukan fellatio tanpa alat pengaman, memahami potensi bahayanya dan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan adalah tindakan bijak yang perlu dijalani.
Sebagai tambahan, vaksinasi HPV saat ini juga direkomendasikan secara luas untuk mencegah berbagai jenis kanker yang berkaitan dengan virus ini, termasuk kanker orofaringeal.
Upaya preventif ini semakin penting mengingat tingginya prevalensi infeksi HPV di kalangan orang dewasa muda di banyak negara.
Dalam kesimpulannya, menghisap Mr P dalam konteks aktivitas seksual bukanlah tindakan yang sepenuhnya bebas risiko.
Namun dengan edukasi yang tepat, praktik aman, dan kepedulian terhadap kesehatan diri sendiri serta pasangan, potensi bahayanya bisa ditekan secara signifikan.
Mengedepankan komunikasi terbuka, pemeriksaan kesehatan rutin, dan penggunaan proteksi tetap menjadi kunci utama dalam menjaga hubungan intim tetap sehat dan aman.
Dalam dunia yang terus bergerak menuju kesadaran seksual yang lebih baik, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa kenikmatan tidak boleh mengesampingkan kesehatan.
Edukasi, pencegahan, dan konsensus adalah tiga pilar utama yang harus terus dikedepankan dalam setiap hubungan intim.***